[Part II]
Malam hari.
Aku dan Ryosuke ngobrol banyak sekali. Senang rasanya punya teman yang bisa diajak ngobrol ngalor ngidul(?) seperti ini. topik pembicaraan kami selalu berganti. Dari yang ngobrol tentang musik sampai dunia politik(?). tapi entah kenapa, tiba-tiba Ryosuke menanyakan hal yang mengusikku siang tadi. Hal itu membuatku mau tak mau kembali teringat pada Chinen.
“Aku… bertemu Chinen kun,” kataku menelan ludah. Ryosuke sedikit kaget, tapi dia tetap tidak bersuara, takut membangunkan ayah dan ibuku yang sudah duluan tertidur.
“Lalu?”
Aku mencoba mengingat apa saja yang terjadi tadi malam, tapi gagal. Yang ada dipikiranku sekarang hanya Chinen. Aku sangat merindukannya. Masih kurasakan lembut bibir Chinen pada bibirku. Masih kudengar sayup suaranya yang merdu memanggil namaku. Tak kusadari air mata sudah menetes membasahi pipiku.
“Kau… sangat merindukannya,” tanya Ryosuke hati-hati. Aku hanya mengangguk, tenggorokanku tercekat. Aku mencoba sekeras mungkin untuk tidak menangis.
Ryosuke bangun dari duduknya dan memelukku, merasa bersalah telah bertanya hal itu. Aku merasa tenang. Jari-jarinya yang ramping mengusap rambutku lembut. Sesekali turun ke wajahku untuk menghapus air mata yang tidak mau berhenti mengalir.
“Biarkan dia tenang disana, Aru chan,” Ryosuke berusaha menghentikan tangisku. Pelukannya semakin erat, aku semakin merasa tenang. Cukup lama aku menangis, hingga akhirnya aku merasa lelah dan tertidur… masih di pelukan Ryosuke.
00.48
Aku kembali terjaga. Ryosuke sudah tertidur di sebelahku. Perlahan aku menyelimutinya. Kemudian pikiranku kembali kosong… tidak, pikiranku kembali melayang pada sosok Chinen.
Aaah… kenapa begitu sulit melupakannya. Sudah setahun berlalu, aku memang belum punya pengganti Chinen, tapi aku sudah mulai terbiasa hidup tanpanya.
Kemarin dia muncul dan menggoyahkan dinding pertahananku. Aku kembali merasa rapuh. Ingin rasanya kembali berada di sisinya, ingin kembali ngobrol dengannya. Ingin kembali main janken dengannya, bercanda tawa dan sesekali diselingi pertengkaran kecil.
Tiba-tiba kepalaku terasa berat, sama seperti saat aku meninggalkan Chinen. Aku kembali pingsan.
+++
“Aru chan… kau kembali!!” seru Chinen. Dia segera menyambutku di pelukannya. Dingin. Tapi tak apa… aku merasa sangat senang berada di sisinya lagi.
“Yuuri kun… maaf aku meninggalkanmu…” bisikku. Chinen tidak segera membalasnya, dia malah semakin mempererat pelukannya.
“Jangan tinggalkan aku sendirian lagi. Aku… sudah lama menunggumu,” katanya, belum juga melepaskan pelukannya.
Aku sedikit kaget mendengar pernyataan itu. Keraguan kembali mendatangiku. Mana sebenarnya yang aku inginkan? Jantung yang berfungsi normal atau berada di sisi Yuuri kun??
Melihat diriku yang diam, Chinen melepas pelukannya.
“Kau suka sekali diam ya…” Chinen menggodaku. Aku hanya tertawa kecil.
“Yuuri kun ga daisuki…”
Kataku tiba-tiba. Air mataku menetes lagi. Sudah setahun aku tidak mengatakan kalimat itu, aku benar-benar merindukan orang ini.
“Aku tahu kok…” Chinen tersenyum manis dan menghapus air mataku. “Dan aku sangat merindukan Aru chan. Mulai saat ini, kita akan selalu bersama. Kau mau kan?” tanya Chinen. Aku ragu untuk mengangguk. Tapi kutatap dua bola mata kecil super unyu-nya, dan aku yakin, aku ingin selalu bersama Yuuri kun. Butuh waktu yang lama untuk memutuskan, tapi akhirnya aku mengangguk.
“Yokatta…” Chinen kembali tersenyum. senyum manis yang selalu aku rindukan. “Jaa… ikou…” Chinen mengulurkan tangannya. Kali ini aku tidak ragu untuk menyambutnya. Kulangkahkan kakiku seiring langkah kaki kecil Chinen.
Selamat tinggal semuanya…
Kupikir…
Kupikir begitu… kupikir semuanya sudah berakhir. Tepat saat aku sudah merasa mantap, sebuah suara memanggilku.
“Aru chan…. Aru chan bangunlah…”
Itu suara Ryosuke.
Aku menghentikan langkahku. Kutatap Chinen, sepertinya dia mendengar suara itu juga. Mukanya berubah jadi muram.
“Aru chan… kembalilah… kumohon…”
Suara itu terdengar lagi.
“Aru chan… kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku,” sekarang giliran Chinen yang merayuku. Dia memegang wajahku dengan tangan halusnya.
Aku galau seketika.
Ketika kulihat ke bawah, aku melihat diriku yang sedang terbaring dengan para dokter dan suster mengelilingiku, berusaha mengembalikan denyut jantungku. Kulihat Ryosuke berdiri di luar kamar dengan tidak sabar. Kulihat ayahku menutup matanya, sepertinya berdoa. Ibu juga begitu, hanya saja dia dengan menangis sesenggukan. Keraguan kembali menyerang.
Aku teringat akan semua hal yang mungkin masih bisa kulakukan bersama teman-temanku, bersama ibu dan ayahku… bersama sahabatku, Ryosuke. Aaah… ini sangat tidak menyenangkan, aku teringat akan dunia nyata saat berada disini, tapi saat berada di dunia nyata, aku terus teringat pada Chinen kun. Dan saat aku teringat pada Chinen, air mataku kembali mengalir.
“Aru chan… kau sudah berjanji,” Chinen kembali mengulangi pernyataannya.
Aku tidak bisa menjawab. Tiba-tiba saja Chinen mendekatkan wajahnya padaku, tapi aku menghindar, membuat Chinen kaget.
“Aru chan… kukira kau…”
“Aku memang menyukai Yuuri kun… sangat menyukai Yuuri kun,” tenggorokanku sedikit tercekat.
“Tapi aku masih bisa hidup… aku masih punya hal-hal yang harus kukerjakan. Aku…”
“CUKUP!” Chinen membentak. Aku menahan napas, ini kali pertama dia membentakku dengan suara yang sangat lantang.
“Kukira kau setia… Aku sudah menunggumu selama setahun disini Aru chan!! Aku kesepian selama itu… Kukira kau bisa mengerti keadaanku…” Chinen mengepalkan tangannya. Aku mencoba berani.
“Aku mengerti!! Sangat mengerti~! Sebaliknya Yuuri kun, apa kau mengerti keadaanku???”
Pertanyaanku yang terakhir berhasil membungkam Chinen.
“Aku masih punya kesempatan untuk hidup. Aku masih punya orang tua dan teman-teman yang berharap akan kesembuhanku. Aku memang ingin bersama Yuuri kun selamanya. Tapi… kurasa ini belum saatnya. Suatu saat, kita pasti akan bersama lagi. Aku yakin itu…”
Chinen masih terdiam.
“Dan juga… ini salahku. Ini salahku karena telah membuatmu menunggu dan kesepian selama satu tahun. Kurasa… aku belum bisa benar-benar melepasmu,”
“Demo…”
“Mou… Tunggulah sekali lagi,” pintaku. “Yuuri kun wa… watashi no koto ga suki deshou?” “Dakara… tunggulah… sekali lagi. Aku juga… akan menunggu saat dimana kita akan bertemu lagi,”
Perlahan Chinen mengembangkan senyumnya. Senyum manis yang akan kurindukan. Entah kapan aku akan menemukan senyum ini lagi. Tapi aku akan sabar menunggu.
“Wakatta….” katanya. Aku bernapas lega. “Jaa… sampaikan salamku pada Ryosuke, ya?”
Aku mengangguk senang.
“Mata ne…” Chinen melambaikan tangannya dan membalikkan badannya, berjalan entah kemana. Aku hanya bisa melihat punggungnya sampai semuanya terlihat samar dan aku tak sadarkan diri.
++++
Author’s POV.
“Denyut jantung terdeteksi!” seru seorang suster. Semuanya terlihat menyibukkan diri menyambut munculnya bukti kehidupan manusia itu. Ryosuke bisa bernapas lega sekarang. Sang ibu menangis lebih kencang di pelukan ayah yang tak henti mengucap rasa syukurnya.
Aru sudah kembali dari perjalanan rohnya yang kedua. Perjalanan dimana dia harus bergulat untuk memilih detak jantung atau cintanya. Perjalanan yang akhirnya membuatnya lebih mensyukuri tiap detak jantung yang masih bisa ia rasakan. Dan juga perjalanan yang memberi pelajaran baginya untuk merelakan seseorang demi kedamaian orang tersebut.
===END===
Bonus!! 😀
Wartawan: Jadi… di scene pertama nih. Anda bilang anda bukan hantu, tapi nyatanya anda gentayangan begitu. Jadi anda ini apa??
Aru+Ryosuke: *nahan ketawa*
Chinen: Yang pertama, saya ni roh, bukan hantu. Tolong dibedakan ya. Yang kedua, saya nggak gentayangan, nih gegara si Aru kaga ngerelain saya… jadi saya ga bisa move on(?)
Aru: heeee… bukan kok bukan gituuu…
Chinen: Lah terus gimana???
Ryosuke: yaaa… sebenernya aku yang gabisa ngerelain sih… ;_;
Chinen: Ya…Yamachan….
Ryosuke: Kita kan Yamachi polepel… ;_;
Chinen: E-eh..
Aru+author: *ngefly*
Wartawan: Ish.. gaje bener ni cast… *duorxD* pindah scene.. itu… waktu Aru dalam bentuk roh, kenapa cuman Yamada yang bisa didenger suaranya??
Aru: abis… Yama chan kan yang paling bisa kontak batin sama……
Chinen: AKU… YA KAAAN YA DOOONK namanya juga sharukkan bukan sharuddoooonk… :3
Yamada: YOOOI MAMEEEEN… *tos tos tos*
Aru: Chiii… itu kalimat akooooo… =,.=
Chinen: ittee… pinjem sih… kita kan YamaRuChii~
Aru: *ngefly*
Yamada: *pasangin benang ke Aru* *tarik ulur benang* *dikira maen layangan*
Aru: KYAAAAAAAAAAAH….TURUNIN GUE ODOOONG!!
Yamada+Chinen+Wartawan+Author: *ngakak guling-guling*
*KABUR*
*SELESE*
*UDAHAN~*
*BUBAR*